Kedatanganku kembali ke Malaysia selain untuk urusan usaha songkok kakekku, juga karena aku berhasil mendapatkan kesempatan beasiswa program diploma di UTAR [Universitas Tunku Abdul Rahman] untuk jurusan Social Psychology - Public Relations di Faculty of Arts and Social Science.
Cita2ku sejak kecil memang ingin besar di Malaysia, selain karena ingin meneruskan pendidikan yg sejak elementary sudah ditempa di Malaysia, juga karena jarak Malaysia-Singapura sangat dekat, untuk menjalani program intensif penyembuhan sakitku di National University Hospital Singapore.
Alhamdulillah dengan info2 yg kudapat dari hubungan dekatku dengan staff2 Konjen RI disana, aku berhasil menembus juga program beasiswa di UTAR.
Dari Indonesia hanya ada dua orang, yaitu aku dan Sarwendi KS dari Jakarta, yg mendapat beasiswa di bidang sudy Teknik Informatika.
Karena program berlangsung mulai 8 Januari 2008, selama 4 bulan {Sept-Des 07]aku harus menjalani semacam program persamaan, yaitu fokus ke bimbingan Bahasa Inggris dan Mandarin, 4 kali dalam seminggu.
Dengan sendirinya maka aku masih mempunyai waktu luang yang lumayan banyak.
Aku kost di 373 Jl.6/7 Petaling Jaya, dan di akhir minggu aku tinggal di Johor Bahru, di rumah milik kakekku yg cuma didiami sekali2 jika ada anggota keluarga datang dari Bandung untuk mengecek usaha di Air Hitam.
Persahabatnku dengan Emi tetap terjalin manis.
Ketika baru tiba dari Indonesia, aku membawa dua lusin jeans buatan Bandung, yg dengan bantuan Emi, dijual ke teman2 asramanya.Jeans itu laku keras dgn keuntungan dua kali lipat.. wahahaha..
Aku berpikir, jika aku ambil lagi barang dari Bandung, tentu akan berat di ongkos.Jadi atas saran papah via telepon waktu itu, aku coba pergi ke Klang [2 jam dari Kulai], dgn naik kereta api.
Klang memang pusat jeans juga, harganya cukup murah walau modelnya masih kalah jauh dari jeans Bandung. Tapi dari sana juga aku bisa dapatkan Tshirt2 Converse yg lucu2,juga tas2 Adidas buatan Kelantan.
Jadi sambil berjalan2 dan main, akupun membeli 1 lusin jeans, 1 lusin Tshirt Converse, dan 6 buah tas adidas.
Dengan menjadikan diriku sendiri sebagai mannequin [pakain kojo-ku : kaus Converse putih, jeans hitam, tas adidas merah,he he..], barang jualanku itu habis ludes juga.
Aku sangat surprised, tapi aku sadar bahwa aku nanti tidak bisa fokus kuliah jika nymbi2 terus.
Maka kuwariskan sedikit ilmu dagangku itu kepada Emi untuk melanjutkannya.
Aku mengajarinya untuk tidak terpaku pd satu jenis barang dagangan saja, karena mode dan selera orang itu bisa cepat sekali berubah.
Di hari Minggu pagi, kadang kuajak Emi membuat puding coklat dalam cup2 kecil yang kubawa dlm box Tupperware untuk dijual di depan asrama TKW. Uang hasil penjualan itu keuntungannya kubagi dua dengan Emi.
Itulah yg kutularkan pada Emi, semangat untuk mandiri tanpa perlu menjual diri.Aku berharap Emipun dapat menularkannya kembali kepada teman2 pekerja wanita dari Indonesia.
Kurang lebih 1 bulan mondar-mandir KL[Kuala Lumpur]-Selangor-JB [Johor Bahru],aku merasa badanku tidak fit, kesehatanku makin menurun. Mungkin aku kecapekan..
Aku sampaikan kepada Emi, mungkin aku tidak bisa lagi sering2 ke JB.Saat itu ia menangis tak henti2.
Aku bilang, dengan atau tanpaku, dia harus bisa tetap semangat, karena dia terikat kontrak kerja dua tahun.Ia memaksa ingin pulang saja ke Indonesia, kabur dengan tongkang. Aku kaget dengan reaksinya yg sedemikian ekstrim. Tapi di sisi lain, keingintahuanku terusik. Maka aku berujar kepadanya, aku ingin tahu bagaimana cara pulang ke Indonesia dengan tongkang itu.Mulanya Emi tutup mulut, tapi karena kudesak terus, akhirnya Emi mengaku punya teman pria seorang TKI illegal asal Tasikmalaya yg biasa pulang pergi Indonesia-Malaysia tiap enam bulan sekali dengan tongkang.
Ketika aku dikenalkan oleh Emi kepada temannya itu [Gugun namanya], mula2 aku disangkanya wartawati Malaysia..hahaha.. Tapi lagi2 aku mengeluarkan jurus ampuhku : menggunakan Bahasa Sunda-halus untuk berkomunikasi dengan Gugun.
Gugun adalah pekerja bangunan yg berangkat dari Indonesia dengan ditipu oleh agen-perorangan TKI di Jakarta Utara .Ia mengeluarkan uang lima juta rupiah untuk bekerja di Malaysia, tapi nyatanya malah diberangkatkan tanpa paspor dan melalui laut.
Dari Gugun aku mendapat informasi bahwa sejak awal proses pemberangkatan, para wanita Indonesia calon TKW ternyata telah menerima perlakuan tak senonoh dari tenaga medis yg ditunjuk oleh pemerintah.
Gugun memiliki seorang kekasih asal Sumedang yg berangkat dengan paspor resmi, dan bercerita bahwa ketika menjalani pemeriksaan kesehatan di Cianjur, mereka disuruh bugil dengan alasan untuk memeriksa apakah fisik mereka cacat/tidak.
Bugil, diraba2 di ruang tertutup, tanpa bisa melawan. Oh My God... ! Itu proses dengan paspor RESMI !
Kembali ke Gugun, ia rutin pulang pergi dengan tongkang selain karena tidak memiliki paspor, juga karena biayanya sangat murah, hanya sekitar RM350 untuk tujuan Sekupang Batam. Dari Batam, ada banyak cara untuk bisa pulang ke Tasikmalaya. Tapi Gugun biasanya memilih naik pesawat udara.
Aku tidak bisa membayangkan seperti apa naik tongkang itu. Tapi dari Gugun aku mendapatkan gambaran bahwa perjalanan itu selalu dilakukan sekitar pukul 10 atau 12 malam dan tidak bisa sembarang waktu, karena tergantung keadaan laut apakah sedang pasang atau tidak.
Biasanya dalam satu kali pemberangkatan ada sekitar 7-8 orang Indonesia,dan 5-6 orang diantaranya adalah wanita !
Perjalanan dengan tongkang itu memakan waktu sekitar 1 1/2 jam dengan rute melingkar2 untuk menghindari patroli perbatasan. Sekali dua kali pernah ada yg tertangkap patroli, dan umumnya langsung masuk sel/penjara, dan lagi2 untuk kaum wanita yg tertangkap biasanya ditambah dengan penderitaan pelecehan sex yang bertubi2 tergantung masa penahanan.
Kepalaku pening mendengarnya, lagi2 harkat wanita Indonesia sudah sangat rendah bahkan di mata warga negara tetangga serumpun sendiri !
Aku pribadi sangat menentang keinginan Emi untuk pulang.
Aku bisa saja meminjamkannya ongkos pulang naik pesawat, tapi yg dia perlukan adalah paspor. Paspor resminya ditahan oleh perusahaan tempatnya bekerja hingga masa kontrak kerja yg dua tahun itu selesai.
Dalam kondisi tubuh yg mulai drop karena sakitku, di hari Sbtu terakhir berkunjung ke JB, aku menyempatkan diri mengajak Emi untuk datang ke Konjen RI. Disana aku berkonsultasi dengan Pak Agus, dan akhirnya Emi digiring untuk membuat SPLP [Surat Laksana Perjalanan Paspor] agar bisa pulang ke Indonesia dgn gratis,aman dan dikawal oleh TNI dengan menggunakan kapal tanker Indonesia.
SPLP itu dibuat dengan biaya RM50, dan nantinya Emi akan dipulangkan dgn ribuan TKI illegal lainnya dua minggu ke depan.
Pagi hingga siang di Konjen, sorenya aku membantu Emi mengepak barang yg akan dibawa [kabur] ke Indonesia, dan membantu menyusupkannya keluar melewati gerbang security, untuk dititipkan sementara kepada Gugun, sebelum jadwal pelarian dgn kapal tenker itu tiba.
Ya, itulah upaya terakhirku menolong Emi.
Dengan tubuh lemas hampir pingsan karena sakitku, aku melewati pos security asrama dengan ransel berisi barang2 Emi. Statusku sebagai tamu berbekal ID card dari university dan pasportku, cukup memuluskan usahaku itu, ditambah sedikit rayuan dalam bahasa Melayu dan kerdipan mata tentunya :)
Di pagar asrama aku berpisah dengan Emi diiringi pelukan dan isak tangisnya.
Sungguh suatu persahabatan yg indah.., tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa aku bisa bersahabat dengan seorang TKW sekaligus menolongnya untuk pulang dengan aman, tidak dengan tongkang.
Dua minggu setelah itu, aku mendapat kabar via telepon bahwa Emi jadi pulang ke Indonesia.
Saat itu aku sudah masuk ruang rawat di National University Hospital Singapore karena berkali2 tak sadarkan diri, hingga akhirnya mamah datang menjemputku pulang ke Indonesia..
* bersambung *