Senin, Agustus 03, 2009

Martir di Sunyi Pagi

Kaulah syuhada bagi jiwamu sendiri,jiwa yg kerdil,kosong dan mati..
Darah yg tertumpah adalah anggur yg memabukkanmu,
tanpa pernah kau tahu,apakah itu baik bagimu..
Ketika rohmu beranjak meninggi,
pernahkah kau sadari :
sepasang mata menatap nanar,
dlm tangis yg terkubur di balik sedu sedan dan ucap yg terlontar dr bibir yg bergetar,
"Anakku,
sejauh apa kau cari surga itu ?
Sedangkan 'ia' tepat berada di telapak kakiku........."


** sudah sejak peristiwa Bom Bali,aku selalu menangis setiap kali menyaksikan ibunda para pelaku bom yg kehabisan kata2 untuk mengungkap kegundahan hati..
Aku hanya membayangkan bahwa dosa sang anak harus ditanggung olehnya dlm menjalani sisa hidup yg sudah menjelang senja : disorot kamera televisi tanpa blurring,dikucilkan tetangga,dituding sbg orangtua yg melahirkan pendosa,... Sedangkan ia sendiri tidak pernah tahu mengapa takdir itu digariskan kepadanya ; Ia tak pernah menginginkan anaknya menjadi teroris. Juga kita,kamu,dan aku.. Tak ada yg menginginkan takdir itu.
Lantas mengapa ia yg harus menanggung semuanya ?...

Salam takzim untuk para ibunda yg tegar,
dari lubuk hatiku yg paling dalam,
Winny Muthia **

[katakanlah anaknya bersalah,katakanlah anaknya jahanam,namun mengapa orangtua yg tak tahu apa2,harus ditampilkan full face di televisi dan suratkabar ?
Nuraniku berkata, "rangkullah ia" ]
..........